Oleh : KH
Abdullah Gymnastiar
Kalau ada satu
keberuntungan bagi manusia dibandinglkan dengan hewan, maka itu adalah bahwa
manusia memiliki kesempatan untuk ma'rifat (kesanggupan mengenal Allah).
Kesanggupan ini dikaruniakan Allah karena manusia memiliki akal dan -yang
terutama selkali-Qalbu. Inilah karunia Allah yang sangat besar bagi manusia.
Orang-orang yang
yang hatinya benar-benar berfungsi akan berhasil mengenali dirinya dan pada
akhirnya akan berhasil pula mengenali Tuhannya. Tidak ada kekayaan termahal
dalam hidup ini, kecuali keberhasilan mengenal diri dan Tuhannya.
Karenanya, siapa
pun yang tidak bersungguh-sungguh menghidupkan Qalbunya, dia akan jahil, akan
bodoh, baik dalam mengenali dirinya sendiri, lebih-lebih lagi dalam mengenal
Allah Azza wa Jalla, Dzat yang telah menyernpurnakan kejadiannya dan pula
mengurus tubuhnya lebih daripada apa yang bisa dia lakukan terhadap dirinya
sendiri.
Orang-orang yang
sepanjang hidupnya tidak pernah marnpu mengenal dirinya dengan baik, tidak akan
tahu harus bagaimana menyikapi hidup ini, apalagi merasakan indahnya hidup.
Demikian pun, karena tidak mengenal Tuhannya, maka hampir dapat dipastilkan
kalau yang dikenalnya hanyalah dunia ini saja, dan itu pun sebagian kecil
belaka.
Akibatnya, semua
kaIkulasi perbuatannya, tidak bisa tidak hanya diukur oleh asesoris keduniaan
belaka. Dia menghargai orang sernata-mata karena orang tersebut tinggi pangkat
jabatan, dan kedudukannya ataupun banyak hartanya. Demilkian pula dirinya
sendiri merasa berharga di mata orang, itu karena ia merasa memiliki kelebihan
duniawi dibandingkan dengan orang lain. Ada
pun dalam perkara harta, gelar, pangkat, dan kedudukan itu sendiri, dia tidak
akan memperdulikan dari mana datangnya dan ke mana perginya karena yang penting
baginya adalah ada dan tiada.
Sebagian besar
orang ternyata tidak mempunyai cukup waktu dan kesungguhan untuk bisa mengenali
Qalbunya sendiri. Akibatnya, menjadi tidak sabar, apa yang harus dilakukan di
dalam kehidupan dunia yang serba singkat ini. Sayang sekali, Qalbu itu -berbeda
dengan dunia- tidak bisa dilihat dan diraba. Kendatipun demikian, kita
hendaknya sadar bahwa hati inilah pusat segala kesejukan dan keindahan dalam
hidup ini.
Seorang ibu yang
tengah mengandung ternyata mampu menjalani hari-harinya dengan sabar, padahal
jelas secara duniawi tidak menguntungkan apa pun. Yang ada malah berat
melangkah, sakit, lelah, mual. Walaupun demikian, sernua itu toh tidak membuat
sang ibu berbuat aniaya terhadap jabang bayi yang dikandungnya.
Datang saatnya
melahirkan, apa yang bisa dirasakan seorang ibu, selain rasa sakit yang tak
terperikan. Tubuh terluka, darah bersimbah, bahkan tak jarang berjuang di ujung
maut. Ketika jabang bayi berhasil terlahir ke dunia, subhanallah, sang ibu
malah tersenyurn penuh bahagia.
Sang bayi yang
masih merah itu pun dimomong siang malam dengan sepenuh kasih sayang. Padahal,
tangisnya di tengah malam buta membuat sang ibu terkurangkan jatah
istirahatnya. Siang malam dengan sabar ia mengganti popok yang sebentar-sebentar
basah dan sebentar-sebentar belepotan eek bayi. Cucian pun tambah menggunung
karena tak jarang pakaian sang ibu harus sering diganti karena terkena pipis si
jantung hati. Akan tetapi, masya Allah, semua beban 'derita' itu toh tidak
membuat ia berlaku kasar atau mencampakkan sang bayi.
Ketika tiba
saatnya si buah hati belajar berjalan, ibu pun dengan seksama membimbing dan
menjaganya. Hatinya selalu cemas jangan-jangan si mungil yang tampak kian hari
semakin lucu itu terjatuh atau terinjak duri. Saatnya si anak harus masuk
sekolah, tak kurang-kurang menjadi beban orang tua. Demikian pula ketika
memasuki dunia remaja, mulai tampak kenakalannya, mulai sering membuat kesal
orang tua, sungguh menjadi beban batin yang tak ringan.
Pendek kata,
ketika kecil menjadi beban, sudah besar pun tak kurang-kurang menyusahkan.
Begitu panjangnya rentang waktu yang harus dijalani orang tua dalam menanggung
segala beban, namun begitu sedikit balas jasa anak. Bahkan tak jarang sang anak
malah berbuat durhaka, menelantarkan, dan mencampakkan kedua orang tuanya
begitu saja manakala tiba saatnya mereka tua renta.
Mengapa orang
tua bisa demikian tahan untuk terus-menerus berkorban bagi anak-anaknya?
Karena, keduanya mempunyai Qalbu yang dari dalamnya terpancar kasih sayang yang
tulus suci. Walaupun tidak ada imbalan langsung dari sang anak, namun Qalbu
yang memiliki kasih sayang inilah yang membuatnya tahan terhadap segala
kesulitan dan penderitaan. Bahkan sesuatu yang menyengsarakan pun terasa tidak
menjadi beban.
Oleh karena itu,
beruntunglah orang yang ditakdirkan memiliki kekayaan berupa harta yang banyak.
Akan tetapi, yang harus selalu kita jaga dan rawat adalah kekayaan batin kita
berupa Qalbu ini. Qalbu yang penuh cahaya kebenaran akan membuat pemiliknya
merasakan indah dan lezatnya hidup ini karena selalu akan merasakan kedekatan
dengan Allah Azza wa Jalla. Sebaliknya, waspadalah bila cahaya Qalbu menjadi
redup karena tidak bisa tidak akan membuat pemiliknya selalu merasakan
kesengsaraan lahir batin karena senantiasa merasa, terjauhkan dari rahmat dan
pertolongan-Nya.
Allah Mahatahu
segala lintasan hati. Dia menciptakan dunia beserta segala isinya ini dari
unsur tanah dan itu berarti senyawa dengan tubuh kita karena sama-sama terbuat
dari tanah. Karenanya, untuk memenuhi kebutuhan tubuh kita tidaklah cukup
dengan berdzikir, tetapi harus dipenuhi dengan aneka perangkat dan makanan,
yang ternyata sumbernya dari tanah pula.
Bila perut
terasa lapar, maka kita santap aneka makanan, yang sumbernya ternyata dari
tanah. Bila tubuh kedinginan, kita pun mengenakan pakaian, yang bisa ditelusuri
ternyata unsur-unsurnya bersumber dari tanah. Demikian pula bila suatu ketika
tubuh kita menderita sakit, maka dicarilah obat-obatan, yang juga diolah dari
komponen-komponen yang berasal dari tanah pula. Pendek kata, untuk segala
keperluan tubuh kita mencarikan jawabannya dari tanah. Akan tetapi, kalbu ini
ternyata fidak senyawa dengan unsur-unsur tanah, sehingga. ia hanya akan
terpuaskan laparnya, dahaganya, sakitnya, serta kebersihannya semata-mata
dengan mengingat Allah. Waa bi dzikrillaahi tathmaInnul quluub."[Q.S.
Ar-Rad (13): 28]. Camkan, hatimu hanya akan tenteram jikalau engkau selalu
ingat kepada Allah.
Kita akan
mempunyai banyak kebutuhan untuk fisik kita, tetapi kita pun memiliki kebutuhan
untuk kalbu kita. Karenanya, marilah kita mengarungi dunia ini sambil memenuhi
kebutuhan fisik dengan unsur dunia, tetapi kalbu atau Qalbu kita tetap
tertambat kepada Dzat Pemilik dunia. Dengan kata lain, tubuh kita sibuk dengan
urusan dunia, tetapi hati kita harus sibuk dengan Allah yang memiliki dunia.
Inilah sebenamya yang paling harus kita lakukan.
Sekali kita
salah dalam mengelola hati -tubuh dan hati sama- sama sibuk dengan urusan dunia
-kita. pun akan stress jadinya. Hari-hari pun akan senantiasa diliputi
kecemasan. Kita akan takut ada yang menghalangi, takut tidak kebagian, takut
telegal, dan seterusnya. Ini semua. diakibatkan sibuknya seluruh jasmani dan
ruhani kita dengan urusan dunia semata.
Inilah
sebenarnya yang sangat potensial membuat redupnya Qalbu kita. Kita sangat perlu
meningkatkan kewaspadaan agar jangan sampai mengalami musibah semacam ini.
Wallaahu a'lam.
Mejaga sikap
istiqamah dalam ketaatan kepada-Nya memang bukan hal yang mudah. bahkan
merupakan hal yang amat sukar dan berat. Ibarat mendaki bukit yang terjal penuh
bebatuan yang ujungnya tajam dan tak ada pilihan bagi kaki untuk diinjakan.
Sekalipun dipaksa, akibatnya sudah jelas bebatuan itu dengan ganasnya melukai
telapak kaki. Dan selanjutnya akan lebih menyengsarakan.
Oleh karena itu,
siapapun yang mampu istiqamah dan konsisten dalam melakukaan apapun dari kiprah
hidup kesehariannya, hampir dapat dipastikan aakan membuat orang-orang
disekitarnya merasa suka dan bahkan segan kepadanya. Seseorang yang Istiqamah
dalam memenuhi janji yang pernah diucapkannya, niscaya akan membuat orang
menaruh kepercayaan yang tinggi terhadapnya. Seseorang yang Istiqamah
mempertahankan prinsip hidupnya yang positif niscaya pula akan tampak
ketinggian wibawanya.
Mengapa Allah
SWT menyukai hamba-hambanya yang melakukan suatu amalan secara istiqamah
kendati amalan itu amat ringan? Jawabnya karena sikap istiqamah itu mahal,
tidak banyak orang yang mampu memilikinya. Belum lagi faktor keimanan yang
kadang menguat dan kadang melemah. Karenanya Rasulullah pernah bersabda
“Jaddiduu limaanakum” (perbaharuilaah iman kamu sekalian). Itu tiada lain
karena manusia sering terlalu mudah tergelincir kesikap tidak kosisten dalam
mengerjakan suatu amalan.
Maka barangsiapa
yang hendak dekat dengan Allah, lakukanlah amalan secara istiqamah. Niscaya
Allah Yang Maha Tahu akan melihat kesungguhan kita taat kepada-Nya. maukah kita
istiqamah taat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar